Hukum
di indonesia & Sejarah
Hukum di Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hukum Indonesia pada hakikatnya
merupakan suatu sistem, yang terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian yang
satu sama lain saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai tujuan yang
didasarkan pada UUD 1945 dan dijiwai oleh falsafah Pancasila. Sebagai satu
sistem, sistem hukum Indonesia telah menyediakan sarana untuk menyelesaikan
konflik diantara unsur-unsurnya. Sistem hukum Indonesia juga bersifat terbuka,
sehingga di samping faktor di luar sistem seperti: ekonomi, politik, sosial
dapat mempengaruhi, sistem hukum Indonesia juga terbuka untuk penafsiran yang
lain
1.1.1 Pengertian Hukum di indonesia
Hukum Indonesia adalah
keseluruhan kaidah dan asas berdasarkan keadilan yang mengatur hubungan manusia
dalam masyarakat yang berlaku sekarang di Indonesia. Sebagai hukum nasional,
berlakunya hukum Indonesia dibatasi dalam wilayah hukum tertentu, dan ditujukan
pada subyek hukum dan objek hukum tertentu pula. Subyek hukum Indonesia adalah
warga negara Indonesia dan warga negara asing yang berdomisili di Indonesia.
Sedangkan objek hukum Indonesia adalah semua benda bergerak atau tidak
bergerak, benda berwujud atau tidak berwujud yang terletak di wilayah hukum
Indonesia.
Hukum Indonesia sebagai perlengkapan masyarakat ini berfungsi
untuk mengintegrasikan kepentingan-kepentingan anggota masyarakat sehingga
tercipta ketertiban dan keteraturan. Karena hukum mengatur hubungan antar
manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat dan sebaliknya, maka ukuran
hubungan tersebut adalah: keadilan.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.2 Sejarah Hukum di Indonesia
- Periode Kolonialisme
- Periode Revolusi Fisik Sampai
Demokrasi Liberal
- Periode Demokrasi Terpimpin
Sampai Orde Baru
- Periode Pasca Orde Baru (1998 –
Sekarang)
1.3 ISI
1.
Periode
Kolonialisme
Periode
kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal
Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
a.
Periode VOC
Pada masa pendudukan
VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
1) Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi
krisis ekonomi di negeri Belanda
2) Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang
otoriter dan
3) Perlindungan terhadap pegawai VOC,
sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
Hukum Belanda
diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi,
yang berlaku adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara
mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan
hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam
terhadap rakyat pribumi di masa itu.
b.
Periode
liberal Belanda
Pada 1854 di Hindia
Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau
Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di
negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap
kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan
dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap
eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses
peradilan yang bebas.
Otokratisme
administrasi kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak
lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik
liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi,
karena eksploitasi masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang
berganti, dari eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.
c.
Periode
Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Kebijakan Politik
Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik
etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah: 1) Pendidikan
untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum; 2) Pembentukan
Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi; 3) Penataan organisasi
pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi; 4) Penataan lembaga peradilan, khususnya
dalam hal profesionalitas; 5) Pembentukan peraturan perundang-undangan yang
berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial,
pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan: 1) Dualisme/pluralisme hukum
privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan; 2) Penggolongan
rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa
dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa pendudukan
Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan
yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari
menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa
perubahan perundang-undangan yang terjadi:
1) Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya
berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk
orang-orang Cina
2) Beberapa peraturan militer disisipkan dalam
peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku.
Di bidang peradilan,
pembaharuan yang dilakukan adalah:
a) Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan
b) Unifikasi kejaksaan
c) Penghapusan pembedaan polisi kota dan
pedesaan/lapangan
d) Pembentukan lembaga pendidikan hokum
e) Pengisian secara massif jabatan-jabatan
administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.
2.
Periode
Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a.
Periode
Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang
sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan,
yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi:
·
Meneruskan
unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan
·
Mengurangi
dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali
badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah
Islam Tinggi.
b.
Periode
Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah
mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata
peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan
hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum
nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan
internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan
menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian
sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang
Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan
Pengadilan.
3.
Periode
Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
a. Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah
pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam
dinamika hukum dan peradilan adalah:
1) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan
mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif
2) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk
melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU
No.19/1964 dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa
kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti
mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b.
Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika
hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran
hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan,
rezim Orde Baru pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang
sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi
di Indonesia di
antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan.
Selain itu, orde baru juga melakukan:
1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah
eksekutif
2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran
pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde
baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
4. Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk
eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali
amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa
pembaruan formal yang mengemuka adalah:
1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan
2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia dan
3) Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde
baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa
pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat
hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu.
Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat)
dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini
dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan
mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para
konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya
dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas
dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih
tak tentu arahnya.
Sumber :
http://husein.student.umm.ac.id/hukum-di-indonesia/ http://images.flowst.multiply.multiplycontent.com/journal/item/20/Sejarah_hukum_Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar