CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 19 April 2013

TULISAN


CONTOH KASUS HUKUM PERDATA

Banyak diantara kita yang tidak bisa membedakan mana yang termasuk kasus pidana dan mana yang termasuk kasus perdata. Itu disebabkan karena memang untuk bebrapa kasus terjadi kerancuan sehingga sulit sebagai orang awam pasti akan mengalami kesulitan dalam membedakan kasus-kasus pidana maupun perdata. Berikut ini adalah beberapa contoh kasus perdata yang biasa terjadi di sekitar kita:

Contoh 1
Dani menitipkan lukisan pada dina selama 1 bulan dan akan diambil kembali pada tanggal 10 Januari 2011. Dina setuju akan perjanjian itu. Ternyata seminggu setelah itu, lukisan dijual dina pada pihak lain. Pada saat tiba waktu mengembalikan tiba tanggal 10 Januari 2011 B mengembalikan lukisan itu dengan lukisan lain yang harganya separuhnya. Walaupun dalam keadaan marah dani tetap menerima lukisan itu setelah dina berjanji akan memberikan lukisan pengganti yang asli seminggu kemudian. Ternyata seminggu kemudian dina tidak juga memberikan lukisan pengganti. Pada saat awal ketika dina menjual lukisan tersebut telah terjadi tindak pidana, tetapi ketika dani menerima cicilan atau barang pengganti dari dina, maka kasus ini termasuk ke dalam kasus perdata.


Contoh 2
Artis A merasa terhina dengan sebuah pemberitaan di Tabloid gosip Ibukota karena diberitakan artis A sebagai pengedar dan pemakai psikotropika. Karena tidak terima, maka artis A melaporkan tabloid gosip tersebut ke polisi bahwa tabloid gosip tersebut telah melakukan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan terhadap artis A. Maka kasus antara artis A dan tabloid gosip tersebut termasuk dalam kasus perdata

Contoh 3
Bapak hendra mempunyai 3 orang anak, yaitu roy, boni, dan bimo. Sebelum meninggal, Bapak hendra telah menulis surat wasiat yang ditujukan untuk ketiga anaknya tersebut. Dalam surat wasiat tersebut menyebutkan bagian warisan untuk masing-masing anaknya. Sebulan setelah Bapak hendra meninggal terjadi selisih pendapat antara masing-masing anaknya tersebut hingga menyebabkan perselisihan dalam pembagian harta warisan. Karena ada yang tidak terima, maka salah satu anak Bapak hendra melaporkan 2 saudara lainnya ke polisi. Laporan yang diberikan kepada polisi merupakan laporan atas kasus perdata.


BAB IV

HUKUM PERIKATAN

1.     Pengertian perikatan.

Asal kata perikatan dari obligatio (latin), obligation (Perancis, Inggris)  Verbintenis (Belanda = ikatan atau hubungan). Selanjutnya Verbintenis mengandung banyak pengertian, di antaranya:
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.

Perjanjian adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbullah suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak.
Intinya, hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistim terbuka. Oleh karena itu, setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.

2.     DASAR HUKUM PERIKATAN
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
·        Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
·        Perikatan yang timbul undang-undang.

Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata.

Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).

3.     Azas-azas Dalam Hukum Perikatan.
Azas-azas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :
1.     Azas Kebebasan Berkontrak
Dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dengan demikian, cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.

2.     Azas Konsensualisme
Azas ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu :
1.     Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri.
2.     Cakap untuk membuat suatu perjanjian.
3.     Mengenai suatu hal tertentu.
4.     Suatu sebab yang halal.

4. WANPRESTASI DAN AKIBAT – AKIBATNYA
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, misalnya ia (alpa) atau ingkar janji.

Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
·        Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
·        Melaksanakan apa yand dijanjikannua, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
·        Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
·        Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni :
1.     Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni :
1.     Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak.
2.     Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
3.     Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.

2.     Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.

3.     Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.

5. HAPUSNYA PERIKATAN

Perihal hapusnya perikatan

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1381 menyebutkan sepuluh macam cara hapusnya perikatan yaitu :
1.     Pembayaran
2.     Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan.
3.     Pembaharuan utang (inovatie)
4.     Perjumpaan utang (kompensasi)
5.     Percampuran utang.
6.     Pembebasan utang.
7.     Musnahnya barang yang terutang
8.     Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.

BAB III

Hukum Perdata

1. Hukum Perdata Yang Berlaku di Indonesia

Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.

2. Sejarah Singkat Hukum Perdata

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).

3. Pengertian & Keadaan Hukum di Indonesia

Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur antara perorangan dalam masyarakat. Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua Hukum Privat Materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana
Mengenai keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
* Faktor Ethnis, disebabkan keanekaragaman hukum adat bangsa Indonesia karena Negara Indonesia ini terdiri dari beberapa suku bangsa.
* Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga golongan, yaitu :
- Golongan Eropa dan yang dipersamakan.
- Golongan Bumi Putera ( pribumi / Bangsa Indonesia asli ) dan yang dipersamakan.
- Golongan Timur Asing ( Bangsa Cina, India, Arab )

4. Sistematika Hukum Perdata di Indonesia

Sistematika Hukum Perdata di Indonesia ada 2 pendapat.

Pendapat yang pertama yaitu, dari pemberlaku Undang-Undang berisi:

Buku I : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.

Buku II : Berisi tentang hal benda. Dan di dalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum waris.

Buku III : Berisi tentang perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antara orang-orang atau pihak-pihak tertentu.

Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluwarsa itu.

Pendapat yang kedua menurut Ilmu Hukum/ Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu:

I. Hukum tentang diri seseorang (pribadi)

Mengatur tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang prihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.

II. Hukum Kekeluargaan

Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu:
- Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.

III. Hukum Kekayaan

Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlah dari segala hak dari kewajiabn orang itu dinilaikan dengan uang.

IV. Hukum Warisan

Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.


BAB II

  1. Subjek dan Objek Hukum

  1. Subjek Hukum

Subjek hukum adalah orang pembawa hak dan kewajiban atau setiap mahkluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh dan menggunakan hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum.

Subjek hukum terdiri dari 2 yaitu :

  1. Manusia

Manusia sebagai subjek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan hak nya dan di jamin oleh hukum.
Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Namun ada pengecualian menurut Pasal 2 KUHPerdata, bahwa bayi yang masih ada di dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan menjadi subjek hukum jika kepentingannya menghendaki, seperti dalam hal kewarisan. Namun, apabila dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia, maka menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan termasuk subjek Hukum.

Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum (Personae miserabile) yaitu :
1.     Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa dan belum menikah.
2.     Orang yang berada dalam pengampuan (curatele) yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros, dan Isteri yang tunduk pada pasal 110 KUHP, yg sudah dicabut oleh SEMA No.3/1963

  1. Badan Hukum

Badan hukum adalah orang yang diciptakan oleh hukum. Jadi badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melakukan persetujuan – persetujuan, memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggotanya.
Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
a.     Didirikan dengan akta notaris
b.     Di dafrarkan di kantor Panitera pengadilan negeri setempat
c.      Dimintakan pengesahan anggaran dasar kepada Menteri Kehakiman dan HAM khusus untuk Badan Hukum Dana Pensiun oleh Menteri Keuangan
d.     Diumumkan dalam berita negara RI

Badan hukum dibagi menjadi dua macam bagian, yaitu :
a.     Badan Hukum Privat

Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.
Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.

b.     Badan Hukum Publik

Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.

  1. Obyek Hukum

Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan” dahulu sebelumnya. Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.
Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum. Misalkan sinar matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah pegunungan yang terus mengalir melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.
Untuk memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar atau mengeluarkan pengorbanan apapun juga, mengingat jumlahnya yang tak terbatas dan selalu ada. Lain halnya dengan benda-benda ekonomi yang jumlahnya terbatas dan tidak selalu ada, sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan tertentu, umpamanya melalui, pembayaran imbalan, dan sebagainya.

Bagian-Bagian Objek hukum dapat dibedakan menjadi :
a)     Benda Bergerak
benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri ataupun dapat dipindahkan. Benda bergerak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Benda Bergerak karena sifatnya
meja, kursi, mobil, motor, komputer, dll.
Benda Bergerak karena Ketentuan Undang – Undang
saham, obligasi, cek, tagihan – tagihan, dll.

b)    Benda tidak bergerak
benda tidak bergerak adalah Penyerahan benda tetapi dahulu dilakukan dengan penyerahan secara yuridis. Dalam hal ini untuk menyerahkan suatu benda tidak bergerak dibutuhkan suatu perbuatan hukum lain dalam bentuk akta balik nama. dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1.     Benda tidak bergerak karena sifatnya
2.     Tidak dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain atau biasa dikenal
3.     dengan benda tetap.

contohnya : pohon dan tanah

Benda tidak bergerak karena tujuannya
Tujuan pemakaiannya :
Segala apa yang meskipun tidak secara sungguh – sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama.

contohnya : mesin pabrik
Benda tidak bergerak karena ketentuan undang – undang
Segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tak bergerak.
Sumber :

  1. Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (Hak Jaminan)

Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:

1.     Jaminan yang bersifat umum :
·        Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
·        Benda tersebut bisa dipindah tangankan haknya pada pihak lain

2.     Jamian yang bersifat khusus: 
·        Gadai
·        Hipotik
·        Hak Tanggungan
·        Fidusia

BAB 1

A. Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi

1. Pengertian Hukum

Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.

2. Tujuan Hukum & Sumber Hukum

Dalam menjalankan fungsinya sebagai sarana pengendali dan perubahan sosial, hukum memiliki tujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, damai, adil yang ditunjang dengan kepastian hukum sehingga kepentingan individu dan masyarakat dapat terlindungi.

Sumber Hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa sehingga apabila aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.

Macam-macam Sumber Hukum :

1. Algra : Sumber hukum dibagi dua macam yaitu formil dan materil.
Sumber hukum materil : tempat darimana materi hukum itu di ambil,faktor  Pembentukan hukum
Sumber hukum formil : Tempat/ sumber dariman suatu peraturan  memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan menyebabkan peraturan itu berlaku secara  formal.

2. Van Apeldorn membedakan 4 macam sumber hukum : Historis, Sosiologis, Filosofis, dan Formil.
a) Historis : Tempat menemukan hukumnya dalam sejarah.
b) Sosiologis : Faktor –faktor yang menentukan isi hukum positif.
c) Filosofis : 1. Sumber isi hukum ada 3 pandangan  :
                        - Menurut Teoritis
                        - Menurut  Pandangan Kodrat
                        - Mazhab Historis.
                    2. Sumber Kekuatan Mengikat hukum.
d) Formil : Sumber hukum yang dilihat dari cara terjadinya hukum positif  merupakan  fakta yang menimbulkan hukum yang berlaku yang mengikat hakim dan penduduk.

3. Kodifikasi Hukum

Kodifikasi hukum adlah pembukuan secara lengkap dan sistematis tentang hukum tertentu. Yang menyebabkan timbulnya kodifikasi hukum ialah tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum (di Perancis).
Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas:

a). Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.
b). Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).

- Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
a. Jenis-jenis hukum tertentu
b. Sistematis
c. Lengkap
-  Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh:
a. Kepastian hukum
b. Penyederhanaan hukum
c. Kesatuan hukum

4. Kaidah/Norma Hukum

Kaidah/Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).

5. Pengertian Ekonomi & Hukum Ekonomi

Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity).
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal)
b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).

Contoh hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.
Demikianlah penjelasan tentang hukum ekonomi secara keseluruhan semoga kita semua mengerti dan dapat megimplementasikan ke dalam kehidupan nyata ..

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum 

http://www.pustakasekolah.com/fungsi-dan-tujuan-hukum.html
http://bowolampard8.blogspot.com/2011/08/sumber-hukum.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/kodifikasi-hukum-8/ 
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/pengertian-hukum-hukum-ekonomi-serta-subjek-dan-objek-hukum/