CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Kamis, 03 Mei 2012


REKOMENDASI TULISAN HALAL DARI ASPEK EKONOMI

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang sebagian besar dari penduduknya memeluk agama Islam. Dalam ajaran agama Islam, mengatur banyak hal yang ditujukan pada umatnya. Salah satu ajaran agama Islam yaitu diwajibkan setiap umatnya untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang dibolehkan oleh ajaran-ajaran agama Islam. Dalam hal ini makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh umat muslim diwajibkan halal.
Kalau telah ada seruan kepada seluruh umat manusia agar memakan makanan yang halal dan baik, niscaya kepada kaum yang beriman perintah ini lebih ditekankan lagi. Pada dasarnya tiap-tiap barang (zat) di permukaan bumi ini menurut aslinya adalah halal, terkecuali kalau ada larangan dari syara atau karena mudaratnya. Makanan halal atau persoalan halal dan haram bagi umat Islam adalah sesuatu yang sangat penting, yang menjadi bagian dari keimanan dan ketaqwaan. Perintah untuk mengkonsumsi yang halal dan larangan menggunakan yang haram sangat jelas dalam tuntunan agama Islam.Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, bahan pangan diolah melalui berbagai teknik pengolahan dan metode pengolahan baru dengan memanfaatkan kemajuan teknologi sehingga menjadi produk yang siap dilempar untuk dikonsumsi masyarakat di seluruh dunia. Sebagian besar produk industri pangan dan teknologi pangan dunia tidak menerapkan sistem sertifikasi halal. Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas tingkat regional, internasional dan global, dikhawatirkan sedang dibanjiri pangan dan produk lainnya yang mengandung atau terkontaminasi unsur haram. Dalam teknik pemprosesan, penyimpanan, penanganan, dan pengepakan acapkali digunakan bahan pengawet yang membahayakan kesehatan atau bahan tambahan yang mengandung unsur haram yang dilarang dalam agama Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

Dalam undang-undang perlindungan konsumen yang pada pasal 2 termuat asas dari perlindungan konsumen itu sendi yaitu yang berbunyi : ”Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”. Disini konsumen sudah jelas mendapatkan perlindungan hukum dari adanya undangundang ini. Pada pasal 4 juga mengatur hak-hak yang didapatkan konsumen
yang antara lain sebagai berikut:
a) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Selain memuat hak-hak bagi konsumen, juga tertulis kewajiban yang
harus dilakukan oleh para pelaku usaha, yaitu :
a) beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Perlindungan atas Konsumen merupakan hal yang sangat penting
dalam hukum Islam. Islam melihat sebuah perlindungan konsumen bukan
sebagai hubungan keperdataan semata melainkan menyangkut kepentingan
publik secara luas, bahkan menyangkut hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Dalam konsep hukum Islam perlindungan atas tubuh berkait dengan hubungan vertikal (Manusia dengan Allah) dan horizontal (Sesama manusia). Dalam Islam melindungi manusia dan juga masyarakat sudah merupakan kewajiban negara sehingga melindungi konsumen sesuai dengan kaidah Islam harus diperhatikan. Bagi Republik Indonesia sebagai negara yang mempunyai bagian terbesar warga negara dan penduduk yang beragama Islam, memberikan kepastian hukum dan jaminan hukum terhadap kehalalan pangan dan produk lainnya adalah conditio sine qua non.
            Konsumen adalah raja, pepatah itu memang benar adanya. Melalui konsumenlah maka barang dan produk yang dijual akan dibeli dan dipergunakan. Jika kemauan konsumen tidak dipenuhi bisa dipastikan bahwa produk yang diproduksi dan dijual produsen tidak akan laku. Ini artinya hak konsumen adalah pertimbangan utama yang akan diperhatikan oleh si produsen sebelum ia menjual produknya. Banyak sekali aspek perlindungan dan hak konsumen yang kurang terperhatikan saat ini. Termasuk dalam masalah kehalalan produk pangan. Namun faktanya di lapangan banyak hak konsumen muslim untuk makanan halal ini yang tidak diperhatikan oleh produsen, terutama oknum-oknum produsen nakal. Seperti pemalsuan produk, penggunaan logo halal palsu maupun pengoplosan produk. Konsumenlah yang mesti cermat dalam menghadapi permasalah ini. Rajin bertanya dan melihat logo halal MUI adalah salah satu tips yang bisa dilakukan saat akan mengkonsumsi produk halal.

BAB III
PENUTUP

Menurut Direktur LPPOM MUI, Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra, konsumen Indonesia sudah memperhatikan label halal. Ini terbukti label halal mempengaruhi penjualan produk makanan. Isu lemak babi pada tahun 1988, menyebabkan anjloknya omset penjualan beberapa produsen pangan. Isu adanya pencampuran daging sapi dengan daging celeng, menyebabkan anjloknya omset penjualan para penjual daging dan hasil olahannya. Isu baso tikus, ikan dan ayam berpormalin, menyebabkan turunnya omset penjualan. Labelisasi halal merupakan perijinan pemasangan logo halal pada kemasan produk pangan oleh Badan POM yang didasarkan pada sertifikasi halal yang dikeluarkan komisi fatwa MUI. Sertifikat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Industri pangan yang akan mengajukan sertifikasi halal disyaratkan telah menyusun dan mengimplementasikan Sistem Jaminan Halal. Pengaturan secara hukum mengenai labelisasi halal ini mencerminkan bahwa persoalan ini dianggap bukan persoalan penting bagi pemerintah.

BAB IV
KESIMPULAN

Islam mengajarkan kepada kita untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan baik, makanan yang halal tidak selalu baik untuk kesehatan kita. Seperti pada orang yang sudah terkena vonis oleh dokter untuk tidak memakan makanan tertentu, karena dapat berakibat buruk pada dirinya. Jadi belum tentu semua yang halal dapat dimakan oleh umat islam.

Sumber:
http://www.mediasriwijaya.com/2012/04/label-halal-antara-syariah-politik-dan.html
http://makanandanminumanhalal.blogspot.com/2012/02/apa-arti-label-makanan-dan-minuman.html


TULISAN HALAL BAGI SEGI EFEK EKONOMI


PENDAHULUAN
Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan atau minuman yang dijamin kehalalannya cukup tinggi. Untuk itu pemerintah Indonesia berkewajiban melindungi masyarakat akan konsumsi makanan halal.
Pengaturan jaminan kehalalan karkas, daging dan jeroan memerlukan pengkajian terlebih dahulu, antara lain analisis kandungan unsur haram dan najis, pemingsanan, pemotongan, penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran melalui pengendalian titik kritis, sehingga dapat diketahui proses pemotongan, penanganan, distribusinya sampai ke tangan konsumen

PEMBAHASAN
Setiap warga negara Republik Indonesia dijamin hak konstitusional oleh UUD 1945 seperti hak asasi manusia, hak beragama dan beribadat, hak mendapat perlindungan hukum dan persamaan hak dan kedudukan dalam hukum, serta hak untuk memperoleh kehidupan yang layak termasuk hak untuk mengkonsumsi pangan dan menggunakan produk lainnya yang dapat menjamin kualitas hidup dan kehidupan manusia. Pemerintah pun telah mengatur mengenai hal ini dalam aturan yang telah berlaku, yakni UU No 7 Tahun 1996 tentang Pangan, UU Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan dan UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pada pasal 30 ayat 1 UU No 7 Tahun 1996 tentang Pangan disebutkan setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia makanan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan.
Pada ayat 2 disebutkan Label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sekurang-kurangnya keterangan mengenai :
a. Nama produk;
b. Daftar bahan yang digunakan
c. Berat bersih atau isi bersih;
d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia
e. Keterangan tentang halal dan
f. Tanggal, bulan, dan tahun kedaluarsa
Selain keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah dapat menetapkan keterangan yang wajib atau dilarang dicantumkan pada label pangan. Hal tersebut di atas khususnya tentang keterangan halal untuk suatu produk pangan sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Dalam PP No 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan dimaksudkan agar masyarakat (umat Islam) terhindar dari mengkonsumsi pangan yang tidak halal. Tapi fakta yang terjadi adalah masih banyaknya pelanggaran yang terjadi MUI menjelaskan bahwa masih banyak produk yang beredar di Indonesia tidak memiliki sertifikasi halal, dan masalah mengenai sertifikasi halal yang diharuskan oleh pemerintah hanya menjadi wacana semata.
Oleh karena itu konsumen di Indonesia benar-benar harus berani,dan benar-benar harus bisa memilih produk yang baik.keselektifan masyarakat dalam memilih produk yang halal akan membuat produk yang tidak bersertifikasi halal menjadi menurun penjualannya,dan secara ekonomi akan mengalami kerugian dan mungkin mereka akan mencoba mendapatkan serifikasi halal tersebut.
Seperti kasus-kasus yang pernah terjadi pada salah satu produk penyedap rasa yang beredar di masyarakat,yang banyak didengungkan mengandung unsur haram dan tanpa sertifikasi halal.setelah masyarakat memrotes dan memboikot penjualan produk tersebut,maka produk tersebut merugi dan kemudian muncul kembali dengan sertifikasi halal dari MUI . bukan hanya pemerintah yang harus tegas dalam persoalan kehalalan ini , tapi masyarakat pun dituntut untuk jeli dalam memilih .
Selain itu konsumenpun harus benar-benar pintar dalam memilih produk jangan mudah tergiur dengan hal-hal yang harganya murah,harus jeli apakah itu diperbolehkan atau tidak . kehalalan sendiri sebenarnya tidak hanya untuk masyarakat islam , tapi memang masyarakat islam harus menjalaninya , karena terbukti segala sesuatu yang diharamkan mengandung hal-hal yang tidak baik apabila di konsumsi oleh tubuh .

Al Fathir 35:3

Hai, manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)? 


Bagaimana pendapat anda tentang hukum yg terjadi di indonesia?


Kebanyakan orang akan menjawab hukum di indonesia itu yang menang yang mempunyai kekuasaan. Tetapi hukumnya sudah benar, akan tetapi aparat pelaksananya yang kurang benar. Untuk itu berpikirlah kritis dan untuk itu bersikaplah pada masing – masing diri kita untuk tidak melanggar atau mempermainkan hukum .


“SUBYEK DAN OBYEK HUKUM INDONESIA”
SUBYEK HUKUM

Subyek hukum adalah setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Subyek hukum terdiri dari dua jenis yaitu manusia biasa dan badan hukum :
1.1 Manusia Biasa
Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan  hukum adalah sebagai berikut :
Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian   adalah :
·         Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
·         Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena   gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
·         Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.
1.2 Badan Hukum
Badan hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum.
Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
Ø  Didirikan dengan akta notaris.
Ø  Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negara setempat.
Ø  Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.
Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :
o   Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
Contohnya : Provinsi, kotapraja, lembaga-lembaga dan bank-bank Negara.

o   Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.
Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah.
Contohnya : perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.

OBYEK HUKUM
Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.
1.     Jenis Obyek Hukum
                    I.        benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi : Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
Dibedakan menjadi sebagai berikut :
·         Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
·         Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
·         Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
·         Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
·         Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.

                  II.         benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
Pengertian Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).
o   Macam-macam Pelunasan Hutang
Dalam pelunasan hutang terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus .
A.   Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
     i.        Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
    ii.        Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.

B.    Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
1)  Gadai
gadai adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak yang tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud  surat-surat piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan atas nama (op naam) serta hak paten. Dalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang.
Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah di keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan.
Sifat-sifat Gadai yakni :
Ø  Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
Ø  Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang di maksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar hutangnya kembali.
Ø  Syarat inbezitz telling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
Ø  Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
Ø  Hak gadai tidak dapat di bagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan di bayarnya sebagaian dari hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.
Pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang di gadaikan atas kekuasaan sendiri (eigenmachti geverkoop). Hasil penjualan diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur dan sisanya di kembalikan kepada debitur penjualan barang tersebut harus di lakukan di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan berdasarkan syarat-syarat yang lazim berlaku.
§  Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda gadai .
§  Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak retensi) sampai ada pelunasan  hutang dari debitur (jumlah hutang dan bunga).
§  Pemegang gadai mempunyai prefensi (hak untuk di dahulukan) dari kreditur-kreditur yang lain.
§  Hak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim jika debitur menuntut di muka hukumsupaya barang gadai di jual menurut cara yang di tentukan oleh hakim untuk melunasi hutang dan biaya serta bunga.
§  Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.

2).  Hipotik
Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan (verbintenis).
Sifat-sifat hipotik yakni :
a.    Bersifat accesoir yakni seperti halnya dengan gadai.
b.    Mempunyai sifat zaaksgevolg (droit desuite) yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda tersebut berada dalam pasal 1163 ayat 2 KUH perdata .
c.    Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit de preference) berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH perdata.
d.    Obyeknya benda-benda tetap.

3).  Hak Tanggungan
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang hak tanggungan (UUTH), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain. Dengan demikian UUTH memberikan kedudukan kreditur tertentu yang kuat dengan ciri sebagai berikut :
1.     Kreditur yang diutamakan (droit de preference) terhadap kreditur lainya .
2.    Hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut atau selama perjanjian pokok belum dilunasi (droit de suite).
3.    Memenuhi syarat spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
4.    Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Benda yang akan dijadikan jaminan hutang yang bersifat khusus harus memenuhi syarat-syarat khusus seperti berikut :
*      Benda tersebut dapat bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
*      Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
*      Tanah yang akan dijadikan jaminan ditunjukan oleh undang-undang.
*      Tanah-tanah tersebut sudah terdaftar dalam daftar umum (bersetifikat berdasarkan peraturan pemerintah no 29 tahun 1997 tentang pendaftaran.
Obyek hak tanggungan yakni :
1.     Hak milik (HM).
2.    Hak guna usaha ( HGU).
3.    Rumah susun berikut tanah hak bersama serta hak milik atas satuan rumah susun (HM SRS).
4.    Hak pakai atas tanah negara.

4). Fidusia
Fidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare Eigendoms Overdracht) yang dasarnya merupakan suatu perjanjian accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atau benda bergerak milik debitor kepada kreditur. Namun, benda tersebut masih dikuasai oleh debitor sebagai peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah hak miliknya. Penyerahan demikian di namakan penyerahan secara constitutum possesorim yang artinya hak milik (bezit) dari barang di mana barang tersebut tetap pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).
Dengan demikian, hubungan hukum antara pemberi fidusia (kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Namun, dengan di keluarkannya Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia maka penyerahan hak milik suatu barang debitor atau pihak ketiga kepada debitor secara kepercayaan sebagai jaminan utang.

Sifat jaminan fidusia yakni :
Berdasarkan pasal 4 UUJF, jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan (accesoir) dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajuban bagi para pihak didalam memenuhi suatu prestasi untuk memberikan sesutau atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang sehingga akibatnya jaminan fidusia harus demi hukum apabila perjanjian pokok yang dijamun dengan Fidusia hapus.
Obyek jaminan fidusia yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun yang tidak bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.
Benda tidak bergerak harus memenuhi persyaratan antara lain :
·         Benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
·         Benda-benda tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik, untuk benda bergerak, benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak gadai.
Perjanjian fidusia adalah perjanjian yang harus dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.
Pendaftaran fidusia adalah jaminan fidusia yang lahir pada tanggal dicatat dalam buku daftar fidusia dan merupakan bukti kredutor sebagai pemegang jaminan fidusia diberikan sertifikat jaminan fidusia yang dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia.
Hapusnya jaminan fidusia yakni jaminan fidusia hapus karena hal sebagai berikut :
o   Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia.
o   Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh debitor.
o   Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.