REKOMENDASI
TULISAN HALAL DARI ASPEK EKONOMI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang sebagian besar dari
penduduknya memeluk agama
Islam. Dalam ajaran agama Islam, mengatur banyak hal yang ditujukan pada
umatnya. Salah satu ajaran agama Islam yaitu diwajibkan setiap umatnya untuk
mengkonsumsi makanan dan minuman yang dibolehkan oleh ajaran-ajaran agama
Islam. Dalam hal ini makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh umat muslim
diwajibkan halal.
Kalau telah ada seruan kepada seluruh umat manusia agar
memakan makanan yang halal dan baik, niscaya kepada kaum yang beriman perintah
ini lebih ditekankan lagi. Pada dasarnya tiap-tiap barang (zat) di permukaan bumi ini
menurut aslinya adalah halal, terkecuali kalau ada larangan dari syara atau karena
mudaratnya. Makanan halal atau persoalan halal dan haram bagi
umat Islam adalah sesuatu yang sangat penting, yang menjadi bagian dari
keimanan dan ketaqwaan. Perintah untuk mengkonsumsi yang halal dan larangan menggunakan
yang haram sangat jelas dalam tuntunan agama Islam.Dengan semakin berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi, bahan pangan diolah melalui berbagai teknik
pengolahan dan metode pengolahan baru dengan memanfaatkan kemajuan teknologi
sehingga menjadi produk yang siap dilempar untuk dikonsumsi masyarakat di
seluruh dunia. Sebagian besar produk industri pangan dan teknologi pangan dunia
tidak menerapkan sistem sertifikasi halal. Indonesia dalam menghadapi
perdagangan bebas tingkat regional, internasional dan global, dikhawatirkan
sedang dibanjiri pangan dan produk lainnya yang mengandung atau terkontaminasi
unsur haram. Dalam teknik pemprosesan, penyimpanan, penanganan, dan pengepakan
acapkali digunakan bahan pengawet yang membahayakan kesehatan atau bahan
tambahan yang mengandung unsur haram yang dilarang dalam agama Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam
undang-undang perlindungan konsumen yang pada pasal 2 termuat asas dari
perlindungan konsumen itu sendi yaitu yang berbunyi : ”Perlindungan konsumen
berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen,
serta kepastian hukum”. Disini konsumen sudah jelas mendapatkan perlindungan
hukum dari adanya undangundang ini. Pada pasal 4 juga mengatur hak-hak yang
didapatkan konsumen
yang antara lain sebagai berikut:
a) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan;
c) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas
barang dan/atau jasa yang digunakan;
e) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen;
g) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar
dan jujur serta tidak diskriminatif;
h) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Selain memuat
hak-hak bagi konsumen, juga tertulis kewajiban yang
harus dilakukan oleh para pelaku usaha, yaitu :
a) beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
c) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar
dan jujur serta tidak diskriminatif;
d) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi
dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
e) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi
atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian
atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;
g) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian
apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
Perlindungan
atas Konsumen merupakan hal yang sangat penting
dalam hukum Islam. Islam melihat sebuah perlindungan
konsumen bukan
sebagai hubungan keperdataan semata melainkan
menyangkut kepentingan
publik secara luas, bahkan menyangkut hubungan antara
manusia dengan Allah SWT. Dalam konsep hukum Islam perlindungan atas tubuh
berkait dengan hubungan vertikal (Manusia dengan Allah) dan horizontal (Sesama
manusia). Dalam Islam melindungi manusia dan juga masyarakat sudah merupakan kewajiban
negara sehingga melindungi konsumen sesuai dengan kaidah Islam harus
diperhatikan. Bagi Republik Indonesia sebagai negara yang mempunyai bagian terbesar
warga negara dan penduduk yang beragama Islam, memberikan kepastian hukum dan
jaminan hukum terhadap kehalalan pangan dan produk lainnya adalah conditio sine
qua non.
Konsumen
adalah raja, pepatah itu memang benar adanya. Melalui konsumenlah maka barang
dan produk yang dijual akan dibeli dan dipergunakan. Jika kemauan konsumen
tidak dipenuhi bisa dipastikan bahwa produk yang diproduksi dan dijual produsen
tidak akan laku. Ini artinya hak konsumen adalah pertimbangan utama yang akan
diperhatikan oleh si produsen sebelum ia menjual produknya. Banyak sekali aspek
perlindungan dan hak konsumen yang kurang terperhatikan saat ini. Termasuk
dalam masalah kehalalan produk pangan. Namun faktanya di lapangan banyak hak
konsumen muslim untuk makanan halal ini yang tidak diperhatikan oleh produsen, terutama
oknum-oknum produsen nakal. Seperti pemalsuan produk, penggunaan logo halal
palsu maupun pengoplosan produk. Konsumenlah yang mesti cermat dalam menghadapi
permasalah ini. Rajin bertanya dan melihat logo halal MUI adalah salah satu
tips yang bisa dilakukan saat akan mengkonsumsi produk halal.
BAB III
PENUTUP
Menurut
Direktur LPPOM MUI, Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra, konsumen Indonesia sudah
memperhatikan label halal. Ini terbukti label halal mempengaruhi penjualan
produk makanan. Isu lemak babi pada tahun 1988, menyebabkan anjloknya omset
penjualan beberapa produsen pangan. Isu adanya pencampuran daging sapi dengan
daging celeng, menyebabkan anjloknya omset penjualan para penjual daging dan
hasil olahannya. Isu baso tikus, ikan dan ayam berpormalin, menyebabkan turunnya
omset penjualan. Labelisasi halal merupakan perijinan pemasangan logo halal
pada kemasan produk pangan oleh Badan POM yang didasarkan pada sertifikasi
halal yang dikeluarkan komisi fatwa MUI. Sertifikat berlaku selama 2 tahun dan
dapat diperpanjang kembali dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Industri pangan
yang akan mengajukan sertifikasi halal disyaratkan telah menyusun dan
mengimplementasikan Sistem Jaminan Halal. Pengaturan secara hukum mengenai
labelisasi halal ini mencerminkan bahwa persoalan ini dianggap bukan persoalan
penting bagi pemerintah.
BAB IV
KESIMPULAN
Islam
mengajarkan kepada kita untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan baik, makanan
yang halal tidak selalu baik untuk kesehatan kita. Seperti pada orang yang
sudah terkena vonis oleh dokter untuk tidak memakan makanan tertentu, karena
dapat berakibat buruk pada dirinya. Jadi belum tentu semua yang halal dapat
dimakan oleh umat islam.
Sumber:
http://www.mediasriwijaya.com/2012/04/label-halal-antara-syariah-politik-dan.html
http://makanandanminumanhalal.blogspot.com/2012/02/apa-arti-label-makanan-dan-minuman.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar